NEWSOPINI

ASN dan Netralitas Pemilu 2024

OLEH: Muh Adamsyah Usman, SH, MH.

Netralitas dalam setiap kontestasi Pemilu (Pileg/Pilpres) masih menjadi sebuah keniscayaan, data dari Komisi Aparatur Sipil Negara (2020-2021) menunjukkan secara nasional Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menempati peringkat kedelapan kasus pelanggaran netralitas ASN terdiri 93 kasus, lalu untuk di Provinsi Sulteng Kabupaten Banggai berada pada peringkat kedua dengan jumlah 16 kasus netralitas ASN.

Sementara itu, dalam survey yang dilakukan di beberapa daerah penyebab terjadinya netralitas ASN yakni (i) motif mendapatkan/mempertahankan jabatan 43,4 persen, adanya hubungan primordial 15, 4 persen, ketidakpahaman terhadap regulasi berkaitan netralitas ASN 12,1 persen; adanya intervensi/ tekanan dari pimpinan/atasan 7,7 persen, kurangnya integritas ASN 5,5 persen, ketidaknetralan ASN dianggap lumrah 4,9 persen, pemberian sanksi lemah 2,7 persen, lainnya 1, 6 persen, tidak menjawab 6,6 persen (Pengawasan netralitas asn, Komisi Aparatur Sipil Negara, 2018).

Selain itu, dalam pengawasan netralitas ASN mengalami beberapa kendala seperti; kurangnya komitmen ASN untuk bersikap netral dan professional 13, 2 persen, pemberian sanksi yang lemah dan tebang pilih 12, 6 persen, kurangnya sosialisasi sehingga banyak ASN yang tidak tahu aturan 11,0 persen, tradisi dan budaya mencari perhatian dari politisi/kepala daerah untuk bisa mendapat jabatan 10, 4 persen, adanya kegiatan dukung mendukung karena hubungan kekeluargaan/kekerabatan 8,8 persen, pengawasan netralitas yang masih belum baik dan mapan 7,7 persen, politisasi birokrasi oleh kepala daerah petahana 6,6 persen, atasan/pimpinan yang bersikap tidak netral 3,8 persen, lingkungan kerja yang tidak mendukung bersikap netral 3,3 persen, kepala daerah berpolitik 2,7 persen, dan tidak menjawab 19,8 persen. (Pengawasan netralitas ASN, Komisi Aparatur Sipil negara, 2018).

BACA JUGA:   Tahun Baru 2023, Nahas Pengendara Sepeda Motor di Banggai Tewas di TKP Tabrak Truk Parkir Bermuatan Kayu

Presentasi di atas, masih menunjukkan disetiap momentum pemilu/pemilihan, isu netralitas masih menjadi perhatian serius bagi penyelenggara pemilu, dengan adanya berbagai penyebab terjadinya pelanggaran netralitas asn maka lembaga pengawas pemilu juga dapat melakukan potensi dini, termasuk memitigasi potensi terjadinya dugaan pelanggaran netralitas ASN, setidaknya dapat mengurangi residu politik ASN, dan melakukan berbagai upaya pencegahan, dalam hal kolaborasi dengan stakeholder sehingga dapat mengurangi pelanggaran netralitas ASN.

Sisi lain, ASN diberikan hak konstitusional memilih dan dipilih, namun dibatasi, untuk hak dipilih misalnya; asn ingin menjadi bakal caleg (DPR, DPD, dan DPRD) serta bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah, terlebih dahulu harus mengundurkan diri sebagai ASN untuk memenuhi persyaratan pencalonan sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.

Disamping itu, ASN sebagai abdi negara juga mempunyai hak memilih, pun dilarang untuk berpolitik praktis, larang tersebut termuat dalam berbagai ketentuan peraturan perundang undangan, seperti UU 5/2014, PP 53/2010 dan PP 42/2004, dengan adanya berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, membatasi ASN untuk berpolitik praktis, sifat imperatif (memaksa) bagi ASN harus taat dan tunduk terhadap ketentuan ASN tersebut, mengingat berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai ASN membatasi untuk berpolitik praktis merupakan implementasi terhadap asas netralitas ASN.

BACA JUGA:   Gelar Workshop Konservasi Terumbu Karang, Pertamina EP Donggi Matindok Field Dorong Kolaborasi Multi Pihak

Netralitas atau impartial, merupakan sebuah bentuk ketidakberpihakan ASN dalam Pemilu dan pemilihan, yang secara terang-terangan maupun diam-diam, ASN harus objektif dan netral dalam sikap maupun perilaku serta tindakan dalam setiap proses politik.

Selain itu, untuk menjaga semangat netralitas ketentuan UU Pemilu (UU 7/2017) sudah mengakomodasi dalam larangan kampanye yg tidak boleh melibatkan pegawai ASN, pelanggaran asas netralitas juga tidak mengesampingkan pengenaan sanksi pidana pemilu dalam tahapan itu, keduanya berlaku bagi pegawai ASN apabila melanggar larangan dalam kampanye atau dilibatkan secara aktif oleh tim kampanye, pelaksana kampanye, maupun peserta pemilu (parpol) dalam penyelenggaraan pemilu.

Tak hanya itu, pelarangan ASN dalam memberikan dukungan termuat dalam PP 53/2010, Pasal 10 angka 14 juncto Pasal 12 angka 8 berbunyi “memberikan dukungan kepada calon anggota DPD atau calon kepala daerah/wakil kepala daerah dgn cara memberikan surat dukungan disertai foto copy KTP sesuai peraturan perundang-undangan”.

Namun jika disinggung lebih jauh soal netralitas, bukan hanya soal dukungan sebagaimana maksud di atas, secara substansi seorang ASN harus mempedomani berbagai ketentuan yang mengatur terkait netralitas, kesadaran serta integritas yang dijunjung tinggi itulah landasan utama bagi seorang pegawai asn menjaga marwah dan netralitasnya.Larangan dalam dukungan politik berupa memberikan KTP kepada bakal calon anggota DPD, hal ini mungkin belum diketahui sebagian ASN maupun bakal calon anggota DPD yang akan memenuhi persyaratan pencalonan DPD (perseorangan).

BACA JUGA:   Unsur Forkopimda Banggai Kunjungan Ke Gereja Pada Taru 2023, Bupati: Semoga di Tahun Ini Kita Semua Diberi Kebahagian & Kedamaian

Bakal calon anggota DPD akan ramai menggalang dukungan untuk maju sebagai calon anggota DPD, pemenuhan persyaratan pencalonan DPD berupa menyetorkan sejumlah dukungan warga masyarakat di KPUD, termasuk mengumpulkan KTP orang yang berprofesi sebagai ASN adalah bentuk pelanggaran asas netralitas, pernyataan dukungan bakal calon anggota DPD akan dibuktikan lewat verifikasi faktual oleh KPUD di lapangan, juga menjadi concern lembaga pengawas pemilu untuk memastikan dan melakukan pengawasan tahapan pencalonan anggota DPD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Persoalan netralitas disetiap pemilu/pemilihan masih menjadi residu, tak hanya Lembaga pengawas yang memastikan setiap tahapan berjalan sebagaimana mestinya, namun menjadi tanggungjawab bersama, agar supaya pemilu ke depan lebih berkualitas, baik dari sisi integritas proses maupun integritas hasilnya dapat dipertanggungjawabkan.

(*)

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik: Banggai News