Indonesia Bebas Korupsi Hanya Mimpi

Karunia Apriliany (Aktivis Dakwah/Anggota Komunitas Sahabat Hijrah)
Setidaknya pekan ini Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK terkait dugaan pelanggaran etik.
Kasus terakhir yang menyeret nama Firli ini terkait dugaan keterlibatannya dalam kebocoran dokumen hasil penyelidikan kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Firli dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas), Senin (10/4/2023), oleh gabungan masyarakat sipil yang terdiri dari pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Public Virtue Research Institute. (Jabar.tribunnews.com)
Dalam waktu delapan hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menggelar operasi tangkap tangan (OTT) sebanyak tiga kali. Puluhan orang ditangkap. Ketiga OTT itu meringkus Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub, dan terakhir Wali Kota Bandung Yana Mulyana. (Kompas.com)
Sebelumnya agenda pemberantasan korupsi mendaparkan perlawanan dari luar. Kini sepanjang kurang lebih empat tahun terakhir, kegaduhan dari dalam KPK justru membayangi masa depan pemberantasan korupsi. (Kompas.id)
Untuk memahami mengapa korupsi masih kerap terjadi di Indonesia maka kita dapat menggunakan konsep Fraud Triangle. Menurut konsep tersebut, maka korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan (Pressure), pembenaran diri (justification), dan kesempatan (Opportunities).
Korupsi dapat terjadi karena adanya tekanan dari dalam maupun dari luar. Tekanan dari dalam berupa gaya hidup yang hedon dan masalah keuangan, sedangkan tekanan dari luar berupa keterpaksanan seseorang untuk melakukan korupsi karena apabila seseorang tidak melakukan korupsi maka dirinya tidak akan dapat selamat dari lingkungan tersebut.
Hal berikutnya yang menyebabkan korupsi adalah pembenaran diri, seseorang dapat melakukan korupsi karena merasa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang tidak salah.
Selain itu, pembenaran sikap terjadi karena dia merasa bahwa orang lain juga melakukan yang sama. Pembenaran sikap ini terjadi dikarenakan seseorang memiliki pemahaman yang kurang mengenai korupsi.
Hal terakhir yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi adalah adanya kesempatan yang muncul karena pengawasan yang kurang pada suatu sistem.
Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang menyebabkan korupsi dapat dibagi menjadi dua dimensi. Dimensi yang pertama adalah diri seseorang sedangkan dimensi kedua adalah lingkungan atau sistem.
Sistem kapitalisme membuka peluang besar bagi berkembangnya korupsi. Sistem ini melahirkan masyarakat yang jauh dari aturan agamanya, sehingganya mengejar materi saja menjadi tujuan dari hidup masyarakat. Belum lagi gaya hidup mewah yang selalu dipertontonkan di media sosial menambah penyakit pada masyarakat saja.
Di Indonesia, sistem pemerintahan masih sangat lemah dan buruk. Hal ini menyebabkan orang baik yang masuk dalam sistem akan dapat ikut melakukan korupsi.
Di Indonesia, korupsi sudah menjalar ke berbagai institusi. Korupsi tidak hanya dilakukan dari pemerintah daerah tetapi juga sampai ke pemerintah pusat. Korupsi tidak hanya terjadi pada eksekutif dan legislatif tapi juga pada yudikatif.
Islam mengharamkan korupsi dan memiliki berbagai mekanisme jitu yang mampu mencegahnya, termasuk sistem sanksi yang kuat dan tegas.
Dalam sistem islam sanksi untuk koruptor masuk dalam kategori ta’zir, yaitu uqubat (sanksi-sanksi) yang dijatuhkan atas kemaksiatan yang tidak ada had dan kafarat di dalamnya. Kadar sanksi ta’zir berada di tangan Khalifah, tetapi boleh diserahkan kepada ijtihad qadhi (Hakim).
Dengan demikian, sanksi ta’zir bagi koruptor bisa sampai berupa hukuman mati, jika ijtihad Khalifah menentukan demikian. Koruptor juga mendapatkan sanksi sosial berupa pengumuman (tasyhir) dan sanksi ekonomi berupa pemiskinan. Penerapan hukuman ini sangat tegas, tidak ada privilege bagi para pejabat tinggi maupun orang dekat penguasa.
Selain itu adanya 3 pilar tegaknya aturan makin menguatkan kemampuan islam menyelesaikan kasus korupsi.
Pilar pertama yaitu ketaqwaan individu, dalam sistem islam setiap individu dijaga akidah islamnya agar tidak terpapar virus virus akidah sekuler yang menjauhkan individu tersebut dari agamanya sendiri.
Pilar kedua yaitu masyarakat yang peduli tidak bersifat individualisme.
Pilar ketiga yaitu sistem islam yang mampu untuk mencegah dan memberantas korupsi dari akar-akarnya.
(*)
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik: Banggai News