NEWSOPINI

Peringatan Hari Anak Nasional, Apakah Hanya Seremonial?

OLEH: Zulfaina Kasra, S.Pd (Guru PAUD dan Aktivis Dakwah Islam)

PERINGATAN Hari Anak Nasional (HAN) kembali diperingati, tepatnya pada 23/07/2023. Peringatan yang digelar setiap tahunnya termasuk dengan pemberian penghargaan provinsi, kabupaten dan kota layak anak.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (tengah) berdialog dengan peserta dalam puncak peringatan Hari Anak Nasional 2023 di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah, Minggu (23/7/2023). Puncak acara peringatan Hari Anak Nasional ke-39 tahun 2023 yang mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju” tersebut diikuti 644 anak dari seluruh Indonesia dan dipusatkan di Kota Semarang (antaranews.com, 23/07/2023).

Anak adalah amanah dari Allah yang seharusnya dilindungi, diberikan kasih sayang serta dipenuhi segala hak-haknya. HAN diperingati secara meriah sebagai bentuk kepedulian terhadap pemenuhan hak-hak anak selayaknya hanya seremonial belaka. Karena fakta di lapangan menunjukkan keprihatinan. Seperti hak anak untuk mendapatkan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan gizi yang belum terpenuhi dengan baik.

Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan pada 2022, menyebutkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen, yang mana mengalami penurunan jika dibandingkan SSGI 2019 dan 2021 dengan prevalensi balita stunting yakni 27,7 persen dan 24,4 persen. (antaranews.com,23/07/2023).

Sungguh sedih sekali melihat fakta angka balita stunting, sekalipun diklaim mengalami penurunan namun angka 21,6 persen bukanlah angka yang sedikit. Membuktikan bahwa masih banyak anak-anak yang mengalami stunting. Hal tersebut seharusnya negara berperan serius dalam menjamin kebutuhan pemenuhan gizi anak.

BACA JUGA:   Inna Lillahi, Balita 1,6 Tahun di Moilong Banggai Tenggelam di Saluran Irigasi

Disisi lain juga seringkali kita jumpai anak menjadi korban kekerasan seksual, korban pedofil, bullying, korban dari rapuhnya keluarga, putus sekolah, terpapar pergaulan bebas, tawuran hingga penyalahgunaan narkoba dan perilaku amoral lainnya.

Berdasarkan data mengenai jumlah korban kekerasan terhadap anak, terlihat tren peningkatan kasus dari tahun ke tahun. Merujuk data 2019, kasus kekerasan pada anak sebanyak 12.285, sedangkan pada 2020 menjadi 15.972 (muslimahnews.com, 22/7/2022).

Sungguh sakit hati ini melihat realita kekerasan dan tindak kriminal terhadap anak semakin meningkat sebagaimana Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengungkap tindak kriminal terhadap anak di Indonesia mencapai 9.645 kasus. Itu terjadi sepanjang Januari sampai 28 Mei 2023. Bahkan mirisnya beberapa kasus orang terdekatlah yang menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

Seperti kasus terbaru seorang guru SD di Musi Rawas (MURATARA) Sumatera Selatan, memaksa siswanya menyodomi dirinya. Lebih parahnya, kejahatan itu terjadi di sekolah yang seharusnya menjadi ruang aman bagi siswa (detik.com, 22/7/2023).

Dari fakta tersebut kita bisa melihat bahwa perlindungan dan pemenuhan segala hak-hak anak belum terjamin dengan baik oleh negara. Bahkan anak yang mengalami stunting disebabkan oleh kebijakan negara yang tidak merakyat, harga sandang pangan dan kebutuhan pokok lainnya meningkat, menyebabkan ekonomi keluarga tidak lagi mampu untuk memenuhi kebutuhan gizi anaknya dengan baik dan seimbang. Bahkan tidak sedikit dari anak yang putus sekolah karena biaya pendidikan yang mahal dan terpaksa harus ikut membantu perekonomian keluarga dengan bekerja.

BACA JUGA:   Jelang Pilpresma Untika Luwuk: IMKBNS Siap Distribusi Kader

Negara yang seharusnya berperan penting dalam mewujudkan generasi bangsa yang berkualitas justru hal ini menunjukkan gagalnya peran negara dalam menjamin keamanan, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan rakyat salah satunya kepada anak sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini juga membuktikan gagalnya penerapan sistem hari ini yaitu sistem kapitalisme sekuler yang alih-alih negara menjalankan perannya sebagai pengurus dan pelayan rakyat justru negara mengambil keuntungan dari pelayanan kesehatan dan pendidikan yang dijadikan bisnis komersial.

Dalam hal ini seharusnya membuat kita sebagai rakyat sadar bahwa peringatan hari anak nasional hanya seremonial belaka. Anak sebagai generasi penerus bangsa tidak butuh itu, anak sejatinya butuh untuk diberikan dan mendapatkan segala hak-haknya. Namun berharap di sistem buatan manusia mustahil untuk mewujudkan keamanan, perlindungan, bahkan kesejahteraan rakyat, karena sistem kapitalis yang asasnya keuntungan materi, tidak akan pernah memberikan secara gratis dan adil.

Sangat berbeda dengan sistem Islam dimana Islam memandang anak sebagai amanah yang diberikan oleh Allah sehingga harus dipenuhi segala hak-haknya dengan baik dan adil serta diberikan perlindungan dan kasih sayang sesuai fitrahnya.

Keluarga dalam Islam berperan untuk menciptakan keharmonisan, mendampingi tumbuh kembang anak agar dapat berkembang dengan baik dan mengenalkan konsep dasar keimanan sejak usia dini sehingga anak tumbuh menjadi hamba Allah yang taat serta siap menjadi Khalifah di bumi untuk mengurusi urusan rakyat sesuai dengan syariat Islam.

Masyarakat juga berperan penting dalam membentuk karakter anak. Masyarakat yang senantiasa peduli dengan melakukan budaya amar ma’ruf nahi mungkar, menciptakan lingkungan yang sehat dan ramah anak sebagaimana syariat Islam memerintahkan untuk saling menjaga hak sesama muslim, tidak mengejek dan menumbuhkan budaya saling membantu satu sama lain. Sehingga tidak terjadi pelecehan, bullying dan perilaku amoral lainnya.

BACA JUGA:   Kukuhkan Pengurus IMLB 2023-2024, Bupati Banggai: Semoga Jadi Kebanggaan Bagi Daerah Banggai

Selain itu negara dalam Islam juga memiliki peran penting karena memiliki kewajiban menetapkan kebijakan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini negara memastikan setiap anak tercukupi kebutuhan berupa sandang, pangan dan papan melalui jaminan kerja kepala keluarga. Selain itu negara menjamin keamanan, pendidikan dan kesehatan rakyat yang akan dipenuhi langsung oleh Negara dan setiap anak akan mendapatkannya secara gratis dengan kualitas terbaik.

Negara menjaga agar media memberikan tayangan yang edukatif sehingga anak-anak terjaga dari perbuatan tercela. Negara juga akan menerapkan sistem sanksi bagi siapapun yang melanggar syariat Islam. Dengan begitu anak akan menjadi generasi yang berakhlak mulia dan penerus peradaban gemilang. Semua hal itu hanya dapat diwujudkan dalam penerapan Islam secara sempurna dalam segala aspek kehidupan.

Wallahu a’lam bishawab.

(*)

Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik: Banggai News