Dugaan Korupsi Kades Matanga Banggai Laut: Akankah Dana Desa Kembali ke Rakyat?

Catatan: Icand Rahman
DUGAAN korupsi yang melibatkan Kepala Desa Matanga, Kecamatan Banggai Selatan, Kabupaten Banggai Laut, inisial AM terkait Dana Desa Tahun Anggaran 2024 menjadi sorotan serius. Dana yang sudah dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) ternyata tidak direalisasikan, sehingga menimbulkan pertanyaan besar, ke mana perginya uang rakyat?
Dana desa yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan warga justru diduga diselewengkan. Jika benar adanya, ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tetapi bentuk nyata pengkhianatan terhadap kepercayaan publik.
Pemerintah pusat telah mengalokasikan Dana Desa dengan tujuan mulia, yaitu mendorong pembangunan dari desa agar masyarakat lebih mandiri dan sejahtera. Namun, tanpa pengawasan yang ketat, dana tersebut justru rawan dikorupsi oleh oknum yang hanya mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.
Lembaga pengawas dan aparat penegak hukum juga tidak boleh tinggal diam. Jika ada indikasi kuat penyalahgunaan Dana Desa, maka harus dilakukan audit dan investigasi menyeluruh. Jika terbukti ada korupsi, pelaku harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi ujian bagi transparansi dan akuntabilitas Pemerintahan Desa. Apakah Kepala Desa Matanga dapat membuktikan bahwa tidak ada penyimpangan? Atau justru fakta yang terungkap akan memperjelas dugaan korupsi ini?
Satu hal yang pasti, Dana Desa adalah hak rakyat. Jika ada yang mencoba menyelewengkannya, mereka harus siap menghadapi konsekuensinya.
Berikut rincian anggaran yang diduga diselewengkan Kepala Desa:
1.Penyusunan dokumen perencanaan Desa (RPJMDes/RKPDes) Rp4.200.000
2.Pembangunan rehabilitas/pengadaan peningkatan sarana dan prasarana Rp43.200.000
3.Pembangunan rehabilitas/peningkatan pengerasan jalan (jalan rabat SMA).Rp63.364.000
4.Pembangunan rehabilitas/peningkatan.peningkatan sumber air bersih milik desa dusun 1 sampai dusun 6 Rp228.687.896.
5.Pengiriman Kontingen kepemudaan (Karang Taruna) Rp10.280.000
Jumlah total anggaran: Rp349.731.896. (Tiga ratus empat puluh sembilan juta tuju ratus tiga puluh satu ribu delapan ratus sembilan puluh enam rupiah)
Kasus seperti ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan dana desa. Seharusnya, setiap anggaran yang telah dirancang dalam APBDes memiliki mekanisme kontrol yang ketat, baik dari pemerintah daerah, lembaga audit, maupun partisipasi aktif masyarakat.
Jika dugaan ini benar, maka bukan hanya Kepala Desa Matanga yang harus bertanggung jawab, tetapi juga pihak-pihak yang seharusnya mengawasi penggunaan dana tersebut. Masyarakat berhak mengetahui ke mana dana itu dialokasikan, dan jika terjadi penyalahgunaan, maka penegak hukum harus segera bertindak.
Keterbukaan informasi anggaran menjadi kunci dalam mencegah praktik korupsi seperti ini. Pemerintah desa wajib menjelaskan kepada warga mengapa dana yang sudah dianggarkan tidak digunakan sebagaimana mestinya. Jika tidak ada transparansi, maka wajar jika muncul kecurigaan bahwa anggaran tersebut telah dikorupsi.
Kasus ini harus menjadi pengingat bahwa Dana Desa bukanlah “milik pribadi” kepala desa atau kelompok tertentu. Ini adalah hak rakyat, dan siapa pun yang berani menyelewengkannya harus siap menghadapi konsekuensi hukum. Jangan sampai penyimpangan ini terus dibiarkan, karena pada akhirnya, yang dirugikan adalah masyarakat itu sendiri.
Jika benar dana yang sudah dialokasikan dalam APBDes tidak direalisasikan sebagaimana mestinya, maka ini masuk dalam kategori tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dana desa diperuntukkan bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Kepala desa memiliki kewajiban untuk mengelola dana tersebut secara transparan dan bertanggung jawab. Jika terjadi penyimpangan, maka dapat dikenakan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku.
Lebih lanjut, dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, disebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dijerat dengan hukuman pidana,Pasal 12 menyatakan bahwa pelaku tindak pidana korupsi dapat dipidana dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak 1 Miliar.
Selain itu, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, diatur bahwa dana desa harus dikelola dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Jika dalam pengelolaannya ditemukan unsur penyalahgunaan, maka harus segera dilakukan audit oleh Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum.
Kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di tingkat desa. Jika dugaan ini benar, maka Kepala Desa Matanga harus bertanggung jawab secara hukum. Aparat penegak hukum harus segera melakukan penyelidikan, dan jika ditemukan bukti kuat, maka proses hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Dana desa adalah hak rakyat, bukan milik pejabat desa. Oleh karena itu, penyalahgunaannya tidak boleh ditoleransi. Jika tidak ada tindakan tegas terhadap kasus seperti ini, maka praktik korupsi di tingkat desa akan terus berulang dan merugikan masyarakat desa.
(*)
Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi banggainews.com
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik: Banggai News