Petani Batui Minta DPRD Banggai Segera Pansuskan PT Sawindo
Hasil Kerja Tim Investigasi Pemda Banggai Diharapkan Bisa Menjadi Referensi
BANGGAINEWS.COM- Perwakilan petani Batui yang berpolemik dengan PT. Sawindo Cemerlang mengharapkan hasil peninjauan lapangan dan pemeriksaan koperasi Sawit Maleo Sejahtera oleh Tim Investigasi Pemerintah Daerah Kabupaten Banggai dapat menjadi referensi tambahan bagi DPRD Banggai untuk segera melakukan Pansus guna mendorong pengembalian lahan petani ke pemiliknya masing-masing.
“Kami menginginkan hasil invetigasi tim dari kabupaten bisa membantu DPRD untuk segera melakukan Pansus atas perusahaan Sawindo,” ungkap Widyastuti, salah satu perwakilan petani saat konfrensi pers di Kantor PWI Banggai, Sabtu, 13 Maret 2021.
Widyastuti yang datang bersama 4 petani lainnya, dihadapan sejumlah awak media mengatakan, polemik antara petani dan anak perusahaan Kecana Agri Ltd sudah harus segera diakhiri. Pasalnya, kata dia, pola kemitraan yang dibangun tanpa keaktifan koperasi selaku pihak kedua akan terus merugikan pihak petani selaku pemilik lahan.
“Jadi, kami tidak berharap ada kerjasama lagi dengan Sawindo, mengingat selama beberapa tahun tidak ada kejelasan soal pembayaran hasil panen baik rincian soal nilai bayar ataupun nilai bayar hutang seperti yang tertuang dalam surat pengakuan hutang,” beber Widia.
“Dan kami berharap kerja-kerja tim dari pemerintah daerah dengan instansi terkait bisa mendorong kasus antara petani dan Sawindo untuk di Pansus di lembaga DPR,” tandasnya.
Ada yang lebih menyedihkan lagi, kata Widia, seringkali surat perjanjian kerjasama antara petani dan perusahaan yang dijembatani koperasi cenderung dijadikan senjata untuk mengkriminalkan petani. Padahal, koperasi sebagai pengikat perjanjian sudah cacat dan tidak berjalan.
Senada, Suparman, petani lainnya warga Ondo-Ondolu SPC membenarkan upaya kriminalisasi dengan mengandalkan SPK yang cacat hukum tersebut sempat dialaminya. Ia beberapa kali mendapatkan panggilan polisi dengan dalih melanggar kesepakatan.
“Kami petani sudah cukup sabar, sejak ditanami hingga berbuah. Hasil sawit yang dibayarkan hanya dibayarkan sesuka hati perusahaan, tapi giliran kami ingin mandiri malah kami disudutkan,” keluhnya.
Namun demikian, Suparman, mengakui carut marut pembayaran hasil panen terjadi akibat pihak koperasi tidak berjalan sesuai mekanisme badan perkoperasian.
“Olehnya, kami berharap kerja-kerja pemerintah melalui tim dapat mendorong percepatan Pansus DPR agar tanah kami dikembalikan dan dikelola secara mandiri,” tutup Parman.
Sementara itu, petani Ondo-Ondolu lain, Tasmin menyatakan, sebetulnya mereka para petani tak minta muluk-muluk. Kalau di Kalimantan per Ha petani menerima senilai Rp 2 juta per bulan.
“Nah kami diberikan oleh perusahaan Rp 800 per bulan saja, kami merasa sudah cukup,” ujarnya.
Selain itu, masih kata dia, sebetulnya mereka sudah siap menerima disebutkan hutang senilai Rp 63 juta lebih. Dengan tenggat waktu kredit 6-13 tahun. Asalkan bagi hasil buat mereka minimal rata-rata Rp 800 ribu per bulan. Sehingga, mereka bisa dikatakan sejahtera. Jangan kami terkesan hanya diakali-akali terus menerus.
“Harapan kami pasca tim investigasi turun lapangan, putusannya nanti akan memuaskan kami para petani,” tutup Tasmin. (SOF/*)