Tantangan dan Strategi Capai Target One Million Barrel di Tengah Pandemi Covid-19
Catatan: Sofyan Taha
MESKI pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19) yang sejak sekira bulan Maret kemarin masih terus menyebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan tak pelak telah menjadi momok yang kian mengkhawatirkan. Pasalnya, dari hari ke hari bulan ke bulan warga yang diduga telah terpapar terus bertambah hingga mencapai puluhan ribu. Apalagi, belum dapat dipastikan kapan virus tersebut berlalu dari bumi nusantara ini. Sehingga, telah berdampak pada semua sektor khususnya secara finansial. Tidak saja sektor kesehatan dan ekonomi, termasuk media serta tidak terkecuali terhadap sektor industri Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Dimana Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mencatat bahwa pada semester I tahun 2020, ekonomi Provinsi Sulawesi Tengah termasuk di dalamnya Kabupaten Banggai yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mengalami pertumbuhan 2,36 persen secara c-to-c dibandingkan dengan semester I tahun 2019. Dimana tertinggi disumbang oleh lapangan industri pengolahan sebesar 2,40 persen. Dan diikuti pertambangan dan penggalian sebesar 1,58 persen. Atas dasar itulah, sudah semestinya sektor itu perlu terus digarap secara maksimal dengan bersinergi bersama.
Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika pada awal pandemi Covid-19 masuk ke wilayah Indonesia hanya menyerukan, bekerja di rumah atau Work From Home (WFH). Namun, untuk menyikapi seiring kian terpuruknya ekonomi Indonesia maka Presiden Jokowi pun mengeluarkan seruan baru, untuk tetap bekerja produktif tetapi tetap aman dari Covid-19. Tatanan normal baru (new normal) yaitu disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) atau yang kini dikenal dengan slogan 3M. Pertama menggunakan masker, kedua menjaga jarak, dan ketiga, mencuci tangan. terus dikampanyekan kepada masyarakat. Tujuannya tidak lain yakni selain menyelamatkan masyarakat dari penyebaran Covid-19, juga dapat kembali memulihkan roda perekonomian.
Seruan pemerintah untuk tetap produktif di tengah pandemi Covid-19 itu, juga merujuk pada sejumlah regulasi yang telah diterbitkan pihak terkait. Salah satunya adalah Keputusan Menteri Kesehatan (Menkes) Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Dalam regulasi tersebut diatur hak, dan kewajiban perusahaan atau tempat usaha, serta para pekerja di dalamnya. Tetap bekerja produktif tetapi tetap aman dari Covid-19.
Pemerintah melalui Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga terus mendorong Joint Operating Body Pertamina-Medco E&P Tomori Sulawesi (JOB Tomori), untuk tetap menggenjot eksplorasi dan produksi migas nasional, berkontribusi bagi negara, serta tetap fokus mencapai program Road To One Million Barrel.
Dari literatur yang penulis dapat dan diketahui, bahwa sekitar tahun 1980-2000 negara kita (Indonesia) pernah berada di antara negara produsen minyak terbesar di dunia yang tergabung dalam organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi. Yaitu Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
Saat itu, produksi tahunan minyak negara kita Indonesia rata-rata sekira 1,5 juta barel per hari. Masa puncaknya terjadi pada tahun 1981 dimana produksi minyak mentah mencapai 1,6 juta barel per hari. Dimana masa itu kemudian disebut Golden Era. Bahkan sempat sebelumnya juga setelah ditemukan minyak dari lapangan Minas di Kabupaten Siak, Riau, dan Lapangan Duri yang juga masuk Wilayah Kerja Blok Rukan, Riau yang dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) tahun 1977. Produksi minyak dalam negeri mencapai 1,68 juta barel per hari. Sehingga, kala itu sungguh angka produksi yang pantastis.
Dan saat ini rata-rata produksi ada pada kisaran 750 ribu/ BOPD (Barrel of Oil Per Day) atau Barel Minyak Per Hari atau hanya separuh dari angka yang diperoleh pada masa Golden Era. Terakhir kali angka One Million Barel/BOPD diketahui terjadi tahun 2006, 14 tahun silam. Saat ini, pemerintah melalui SKK Migas yang merupakan sebuah institusi yang dibentuk oleh Pemerintah RI melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Menggaungkan harapan besarnya untuk kembali ke masa keemasan produksi minyak dalam tema One Million Barrel.
Harapan besar yang dituangkan dalam program tersebut, tentu layak diapresiasi di tengah munculnya pemikiran bahwa industri Migas telah memasuki fase sunset industry, dan pendapat itu memang tidak bisa dinafikan manakala melihat realita target lifting minyak dari tahun ke tahun terlihat mengalami penurunan. Dibandingkan tahun 2019 dan 2020 saja sudah mengalami penurunan. Dalam Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 pemerintah menargetkan lifting minyak sebesar 734 ribu barel per hari, lebih rendah 5,29% target tahun sebelumnya (APBN 2019) sebesar 775 ribu barel per hari. Penurunan ini tentu memberikan dampak yang besar terhadap program-program pemerintah pusat hingga ke daerah, yang masih menempatkan lifting Migas dalam kerangka makro ekonomi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebagai salah satu sektor yang sangat penting terhadap keuangan negara. Mengingat setiap kenaikan atau penurunan harga minyak US$ 1 Dolar per barel akan berdampak terhadap pendapatan pemerintah serta belanja negara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif melaporkan, jumlah cadangan minyak bumi nasional sebesar 4,77 miliar barel. Apalagi tidak dilakukan eksplorasi, cadangan tersebut akan habis dalam waktu dekat. “Dengan asumsi tidak ada penemuan cadangan energi fosil yang baru, maka minyak bumi akan habis dalam waktu 9 tahun,” ujarnya dalam seminar virtual seperti dikutip dari KOMPAS.com, Rabu, 21 Oktober 2020, 14.15 WIB.
Untuk merealisasikan target One Million Barrel tentu bukan perkara mudah, seperti membalik telapak tangan. Namun, bukan berarti pula tidak bisa diwujudkan manakala setiap stakeholder baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung di dalamnya bersinergi, serta didukung oleh kondisi politik dalam negeri utamanya di daerah-daerah penghasil yang stabil.
Olehnya, penulis sangat sepakat berdasarkan catatan yang penulis dapat dan baca, untuk mencapai target tersebut bisa direalisasikan. Sehingga, tidak hanya menjadi harapan besar untuk kembali ke masa keemasan Golden Era kedua. Bagaimana langkah-langkah atau strategi yang telah dipersiapkan dan akan diambil SKK untuk merealisasikan Program Road to One Million Barrel.
Dimana ada empat strategi jangka pendek dan panjang untuk mencapai target tersebut dengan mengedepankan strategi eksplorasi yang massif. Yaitu pertama, optimasi kegiatan atau produksi existing operation. Kedua, speed up dari ekplorasi ke produksi. Ketiga, implementasi Enhanced Oil Recovery (EOR). Dan keempat, mempercepat kegiatan eksplorasi. Dan untuk optimasinya, selain melakukan langkah control terhadap implementasi investasi yang telah diajukan dan disetujui di Pedoman Tata Kerja (Work Program and Budgeting-WPnB). Dalam strategi ini juga mencegah decline alamiah sebesar 20 persen dengan penerapan teknologi. Juga ada strategi berikutnya, yaitu mempercepat proses penyelesaian perijinan dan rencana pengembangan (Plan of Development/POD). SKK Migas mendorong untuk mempercepat berproduksi baik secara langsung operator atau kerja sama terkait aspek finansial dan teknologi.
Implementasi Enhanced Oil Recovery (EOR) sebagai strategi penggunaan teknologi yang berhubungan proses di reservoir, terkait dengan pengangkatan minyak yang belum bisa terangkat dengan cara pengangkatan primer dan sekunder. Terakhir, strategi yang digunakan untuk mencapai target One Million Barrel adalah mempercepat kegiatan eksplorasi. Upaya ini untuk menambah sumur-sumur minyak yang ada saat ini, namun telah mengalami penurunan produksi. Data yang ada menyebutkan Indonesia memiliki 129 lapangan dengan 15 Wilayah Kerja dan 3,1 miliar barel minyak.
Empat strategi yang telah dipersiapkan dan akan diambil SKK Migas, menurut penulis memiliki kesesuaian dengan apa yang ditekankan Menteri ESDM Arifin. Yaitu pentingnya eksplorasi, guna meningkatkan cadangan sumber energi. Pasalnya, masih banyak potensi sumber energi belum dapat ditindaklanjuti oleh para pemangku kepentingan.
“Inilah yang menjadi tantangan kita ke depan, untuk melakukan eksplorasi yang masif, sehingga kita bisa mendeteksi adanya resource-resource baru untuk bisa memenuhi kebutuhan energi jangka panjang,” tuturnya masih seperti dikutip dari KOMPAS.com. Jadi kita nantikan saja semoga terwujud target tersebut karena masih ada waktu tersisa 10 tahun ke depan hingga tahun 2030. Amin. ***